Jumat, 14 Maret 2014

Koin Penyumbat Bensin

Kalo orang bicara mengenai haru jum'ah selau dikaitkan dengan ibadah, berkah, sedekah dan lain-lain. Itu pendapat saya. setidaknya kalo baca status di media sosial apa saja, rata-rata begitu bunyinya. Nah saya juga nih, mumpung jum'ah saya mau posting juga tentang cerita sedekah di hari jum'ah.
Kejadiannya juga baru saja, pas tadi saya berangkat kerja. Perlu diketahui sebelumnya bahwa tempat saya bekerja saat ini lokasinya sekitar 3 km dari rumah, dan saya mengendarai motor ke kantor. FYI, motor saya ini motor butut, seumuran sama anak kuliahan semester akhir. So wajar dong, kalo selalu banyak masalah. Yang karburasi gak bereslah, oli bocor dimana-manalah, lampu matilah, aki ngadatlah, bensin ngucur teruslah. Dan penyakit terakhir ini yang paling sering diderita. Saking seringnya kejadian, saya sudah tahu tanda-tandanya kalo penyakit ini bakalan kambuh. Kalo saya lagi geber motor sampai maksimal, terus tiba-tiba saya hentikan motor mendadak, maka bensin akan mengucur deras melewati selang pembuangan di karburator. Dan kalo sudah mengucur gini, hanya tukang bengkellah yang bisa menghentikannya (sementara). Karena beberapa hari ke depan, kalo saya perlakukan hal yang sama, maka akan seperti itu lagi.
Pagi ini juga, saya berangkat agak terburu-buru. Bukan karena kesiangan, tapi karena hari mulai terlalu pagi, he.. Akhirnya selesai siap-siap, motor saya geber maksimal, 45 km/jam. Pas di jalan inget kalo bensin dah tinggal dikit di tank motor. Spontan saya berhenti di penjual bensin pinggir jalan. Pas berhenti saya baru nyadar kalo saya telah melakukan pelanggaran budaya, budaya tidak boleh berhenti mendadak setelah menggeber motor. Dan, seperti biasanya, bensin mengucur deras, sampai habis, karena bensin di tank memang tinggal sedikit.
Langsung pasrah, lupakan ke kantor, alihkan fikiran ke bengkel. Tapi saya tetap beli bensin, sekedar untuk mencapai bengkel langganan khusus penyakit bensin ngucur, 1 liter cukuplah. Setelah diisi, bensin tak juga berhenti ngucur. Langsung motor saya selah menuju bengkel tersebut. Untuk menuju bengkel tersebut saya akan melewati perempatan, menemui lampu merah dengan durasi countdown berhenti 32 detik. Perempatan ini yang saya takutkan, karena pas berhenti, bensin akan tetap mengalir dan menjadi perhatian orang. Dan rata-rata mereka selalu komentar. Saya tahu maksud mereka baik (*peluk*), tapi kalo terlalu banyak yang komentar risih juga. Jelas saya malu, sayangnya motor butut saya enggak. Jadi saya malu sendirian.
Balik lagi, ini hari jumat, saya biasa nyiapin koin-koin di kantong, karena biasanya kalau hari jumat di perempatan itu, yang juga perempatan yang sama yang saya lalui ke tempat kerja, banyak anak minta sumbangan. Nah minimal beberapa buah koin saya masukkan di kotak yang mereka bawa. Hari ini juga, sambil memperhatikan bensin saya yang tambah deras ngucurnya, saya mencoba menarik beberapa koin di kantong dan saya serahkan ke anak kecil yang meranjak mendekati saya. Astaga, ternyata saya lupa belum menyiapkan koin di kantong. Terus saya coba cari ditas, untung masih ada beberapa koin disana. Langsung saya ambil semuanya dan saya serahkan ke anak tersebut. Saya sampai lupa memperhatikan penyakit motor saya. 5 detik lagi lampu hijau menyala, saya perhatikan lagi karburator motor saya. Ajaib, ternyata sudah berhenti mengucur. Mungkin bensin di tank habis lagi. Dan ternyata tidak, indikator masih menunjukkan kalo masih 2 strip. Lampu hijau menyala, saya tarik gas. Betul, bensin sudah tidak lagi mengalir. Padahal sebelumnya penyakit itu tidak pernah sembuh dengan sendirinya. Baru kali ini, ya dan baru kali ini. Akhirnya sampai di pertigaan, rencana saya mau belok kanan menuju bengkel, saya ambil kiri menuju tempat kerja. Sesampainya tempat kerja, motor masih baik baik saja, sehat wal afiat, sampai kemudian saya yakin bahwa koin-koin tadi telah menyumbat bensin ngucur motor saya.
Selamat mencari hikmah
@yudhiburhan

Jumat, 07 Maret 2014

Hanya Petani

Kita tidak pernah tahu darimana datangnya hidayah, kita tidak pernah menyangka juga memperkirakan waktu datangnya, karena hidayah adalah bagian dari Nur Alloh yang akan diberikan bagi orang yang dikehendaki.
Siang itu, adzan dhuhur, kulangkahkan kakiku ke masjid. Tidak jauh, hanya sekitar 250 langkah menuju masjid tersebut. Tapi pada salah satu langkahnya, Alloh berkehendak. Batinku terhenyak, anganku melayang ke belakang. Saya, bukan orang baik, banyak maksiat yang telah saya lakukan, tapi hari ini saya masih diberikan keringanan menuju rumah Alloh, dan saya selalu menjaga sholat 5 waktu. Saya selalu ketakutan ketika meninggalkannya. Saya tumbuh dari keluarga yang biasa, bapak simbok saya seorang petani. Pendidikan yang sama dengan anak anak kurang mampu lainnya yang bisa mereka berikan pada saya. Sayapun tidak pernah menempuh pendidikan agama yang cukup, pesantren misalnya. Orang tua saya juga tidak pernah memaksa saya untuk melakukan sholat, tetapi mereka selalu mencontohkan. Tapi saya merasa, Alloh memberikan kefahaman kepada saya karena Alloh berkehendak. Bayangan saya langsung tertuju pada kedua kakak saya. Mereka hampir sama dengan saya, bahkan dalam pertumbuhan mereka, keadaan keluarga mungkin lebih memprihatinkan. Sama dengan saya, tanpa mengecap pendidikan agama yang cukup, tapi Alloh berikan kefahaman agama juga kepada mereka. Saya langsung teringat bapak dan ibu saya yang menjatuhkan pilihan menjadi petani sebagai sumber kehidupan mereka, yang hanya menggantungkan nafkahnya untuk kami dari beberapa meter sawah saja. Dengan hasil panen yang tidak pernah bisa diprediksi. Tapi alloh selalu mencukupkan kebutuhan kami.
Kemudian saya berfikir. Dengan bertani ini, kedua orang tua saya justru terhindar dari bahayanya rejeki yang tidak halal. Mereka selalu mengharapkan sifat kasih dan sayang alloh mencurahkan rejeki melalui sawahnya. Bisa jadi makanan yang kami makan yang diperoleh orang tua kami dari sawah ini, asbab kefahaman agama kami. Bisa jadi dengan kepasrahan orang tua kami akan kepastian rejeki Alloh ini, sumber hidayah di hati kami.
Saya kemudian merefleksikan diri saya. Secara duniawi, saat ini saya mungkin lebih hebat dari mereka.  bisa dapatkan uang berkali-kali lipat dari yang dulu orang tua saya bisa dapatkan. Saya bisa dapat uang jauh lebih gampang dari yang orang tua saya dulu usahakan.
Tapi bagaimana dengan keberkahan?
Bisa jadi terbatasnya uang orang tua kami dulu jauh lebih berkah dari yang saya punya sekarang
Bagaimana dengan keyakinan?
Bisa jadi keyakinan mereka akan Allohlah sumber rejeki, jauh lebih dari keyakinan saya.
Hanya Alloh pemberi jawaban semua ini.
Satu yang pasti, orang tua saya sudah sukses dan membesarkan kami dan menjadikan kami seperti ini.
Sedangkan saya belum membuktikan apa-apa.
Ya Alloh...
Akan jadi generasi seperti apa anak-anak kami nanti?
Generasi yang dihasilkan dari orang tua dengan kefahaman agama dan keyakinan rejeki-Mu yang sangat rendah ini??
Ya Alloh ...
Anak-anak kami adalah milikMu, engkaulah maha pemberi kefahaman.
Jagalah rejeki kami dari yang haram dan tidak berkah
Jagalah keyakinan hati kami bahwa hanya Engkaulah sumber rejeki kami

Selamat Mencari Hikmah
@yudhiburhan