Senin, 28 November 2011

Anugerah Gusti Allah

Assalamu ‘alaikum
Tulisan ini langsung aku posting,
sesaat setelah aku tertegun dan malu, pada saat aku membaca sebuah buku psikologis dan menemukan sebuah karya sastrawan kita yang berjudul

‘Anugerah Gusti Allah’


Sering kali aku berkata,
Ketika orang memuji milikku,
Bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
Bahwa mobilku hanya titipan-Nya,
Bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
Bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
Bahwa putraku hanya titipan-Nya,

Tetapi,
Mengapa aku tak pernah bertanya,
Mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa DIa menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku,
Apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
Ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali,
Kusebut itu sebagai musibah,
Kusebut itu sebagai ujian,
Kusebut sebagai petaka,
Kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita

Ketika aku berdoa,
Kuminta titipan yang cocok dengan nafsuku,
Aku ingin lebih banyak harta,
Ingin lebih banyak mobil,
Lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit,
Kutolak kemiskinan,
Seolah semua derita adalah hukuman bagiku,
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti Matematika:
Aku rajin ibadah, maka selayaknya derita menjauh dariku,
Dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
Dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”
Dan menolak keputusan-Nya yang tidak sesuai keinginanku.

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…

Ketika langit bumi bersatu,
Bencana dan keberuntungan sama saja

‘--ws.rendra—


Aku merasa bahwa aku salah satu yang disentil oleh pengarang.
Karena selama ini aku memang sok religious yang sering berucap seakan selalu memasrahkan segala sesuatu pada Yang Kuasa
Karena aku ternyata sok merasa pemilik dari apa-apa yang melekat di hidupku
Karena ternyata aku ini memang penggenggam dunia nomer 1
Dan ternyata aku ini memang seperti pedagang yang secara matematis menghitung untung-rugi tentang hak dan kewajibanku kepada yang Kuasa
Aku selalu ingin mendapatkan hak berupa kebaikan tanpa ada keburukan(menurut saya) sama sekali, ketika aku merasa sudah rajin ” mendekat kepadaNya”
Tapi apa seperti itu yang benar-benar disebut “mendekat kepadaNya”
Saya yakin BUKAN………………
Na’udzubillahi min dzalik